Sudah lebih dari lima bulan lamanya sejak kasus COVID-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia hingga kini pandemi masih berlangsung di Tanah Air dan juga dunia.

Di berbagai negara belahan dunia termasuk Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan pergerakan manusia baik itu karantina wilayah ataupun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di berbagai daerah di Tanah Air.

Berbagai kegiatan sosial termasuk aktivitas ekonomi terhenti selama beberapa bulan di berbagai belahan negara, dan kurang lebih selama tiga bulan di Indonesia.

Pemerintah melonggarkan kebijakan PSBB dengan menerapkan masa PSBB transisi di mana kegiatan sosial dan aktivitas ekonomi kembali dibuka agar terjadi perputaran ekonomi. Hal itu dilakukan agar ekonomi kembali bergeliat, agar masyarakat kembali bekerja dan mendapatkan penghasilan.

Kendati demikian masa PSBB transisi dilakukan bukan berarti pandemic COVID-19 sudah selesai. Virus corona jenis baru SARS CoV 2 penyebab COVID-19 masih ada dan masyarakat harus tetap waspada selama berada di luar rumah.

Pemerintah melalui kementerian lembaga terkait dan pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai panduan dan pedoman pelaksanaan kegiatan sosial ekonomi di masyarakat yang dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Yaitu dengan selalu mengenakan masker saat berada di luar rumah, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer, tidak menyentuh bagian wajah jika belum mencuci tangan, menjauhi kerumunan, dan menjaga jarak fisik minimal satu meter dengan orang lain.

Berbagai panduan protokol kesehatan untuk kegiatan ekonomi pun harus dilakukan dengan ketat. Misalnya di wilayah perkantoran dengan membatasi jumlah pekerja yang masuk ke kantor maksimal 50 persen dari kapasitas normal, tetap memakai masker selama di kantor, mencegah kerumunan, menjaga jarak fisik, bekerja dengan shift, dan rutin mendisinfeksi ruangan.

Begitu juga protokol kesehatan di tempat umum seperti pusat perbelanjaan atau mall, transportasi umum massal seperti commuter line ataupun MRT. Masyarakat diimbau untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dengan ketat.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan yang dirilis dari Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mengungkapkan penambahan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 yang terus bertambah hingga saat ini. Bahkan Satgas Penanangan COVID-19 mencatat penambahan kasus positif yang meningkat lebih tinggi pada masa PSBB transisi dibandingkan dengan pada masa PSBB.

Sebagai contoh penambahan kasus konfirmasi positif COVID-19 di DKI Jakarta yang jumlahnya meningkat, dan bahkan mencatatkan rekor penambahan kasus tertinggi sejak pertama kali kasus COVID-19 ditemukan di Indonesia.

Salah satu Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Dr Dewi Nur Aisyah menjelaskan kluster perkantoran di DKI Jakarta merupakan urutan kelima dengan sumber penularan terbanyak kluster COVID-19 dengan total 459 kasus.

Kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta mencapai 12.738 kasus pada periode 4 Juni hingga 26 Juli 2020 atau di masa PSBB transisi.

Dari jumlah tersebut, kluster penularan paling banyak terjadi pada rumah sakit 42,95 persen, kluster penularan di masyarakat 39,19 persen, anak buah kapal dan pekerja migran yang datang dari luar negeri 5,88 persen, pasar rakyat 4,35 persen, perkantoran 3,6 persen, pegawai RS 1,52 persen, pegawai Puskesmas 1,22 persen, kegiatan keagamaan 0,89 persen, panti 0,23 persen, dan rutan 0,16 persen.

Dari seluruh kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta periode 4 Juni hingga 26 Juli 2020 tersebut, sebanyak 57 persennya merupakan tanpa gejala dan 43 persennya orang yang memiliki gejala.

Dewi memberikan penekanan pada kasus penularan yang terjadi di komunitas atau lingkungan masyarakat secara langsung dan juga kluster penularan yang terjadi di perkantoran.

Meningkatnya kasus penularan di tingkat komunitas dan perkantoran ditengarai karena penerapan protokol kesehatan yang tidak dijalankan secara ketat oleh masyarakat.

Berdasarkan data Satgas Penangan COVID-19, peningkatan penularan kasus COVID-19 di perkantoran melonjak hampir 10 kali lipat pada masa PSBB transisi dibandingkan pada masa PSBB. Sebelum 4 Juni atau pada masa PSBB, jumlah kasus positif di perkantoran sebanyak 43 orang. Sedangkan pada periode 4 Juni sampai dengan 26 Juli kasus bertambah 416 orang atau 9,6 kali lipatnya.

Dewi menyebut kluster penularan yang terjadi di perkantoran kemungkinan awalnya tidak terjadi di lingkungan kantor, melainkan tertular saat di lingkungan rumah atau pada saat perjalanan menuju kantor.

"Mungkin awalnya penularan tidak terjadi di kantor, bisa jadi di perjalanan atau di lingkungan rumah. Pada saat naik kendaraan umum, terutama moda transportasi bersama seperti KRL dan MRT yang terdapat berkumpulnya banyak orang," kata Dewi.

Oleh karena itu sangat penting untuk mematuhi protokol kesehatan di lingkungan perkantoran agar kluster penularan di kantor tidak semakin bertambah. Tetap menggunakan masker, jaga jarak, dan selalu cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer.

Kantor harus terisi maksimal 50 persen dari kapasitas normal, atau di bawah itu akan lebih baik lagi untuk mengurangi risiko penularan. Selain itu juga harus ada jam kerja shift agar tidak terjadi penumpukan orang di kantor terutama pada jam kedatangan, kepulangan, dan jam makan siang.

Pandemi COVID-19 hingga saat ini masih terjadi, virus SARS CoV 2 belum hilang dari muka bumi, dan vaksin untuk pencegahan virus pun sedang dalam proses penelitian. Dengan demikian, masyarakat di Indonesia wajib untuk mematuhi protokol kesehatan secara ketat, menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat, serta menjaga imunitas tubuh dengan makan makanan bergizi disertai dengan istirahat cukup.