Menjadi relawan Covid-19 merupakan pekerjaan mulia sekaligus menantang. Di tengah tanggung jawabnya membantu percepatan penanganan pandemi ini, mereka juga dituntut untuk bisa menjaga diri agar tidak ikut terpapar virus corona penyabab Covid-19. Namun, dengan semangat yang tinggi untuk membantu sesama, ancaman ini tidak dilihat para relawan sebagai hal yang memberatkan. 

Seperti pengakuan Javas Rizqi Ramadhan, mahasiswa semester 6 Universitas Indonesia (UI) yang menjadi relawan Covid-19 selama tiga bulan di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Rizqi menyadari adanya ancaman virus corona yang bisa saja menyerangnya. Apalagi dalam menjalankan tugas sebagai relawan, tak jarang ia harus berinteraksi dengan pasien positif Covid-19. Tetapi ia meyakini dirinya tidak akan tertular apabila tetap memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap saat berinteraksi dengan pasien. 

“Walaupun sering bertugas di ruang isolasi, sejujurnya saya tidak terlalu takut tertular. Yang penting tetap pakai APD lengkap dan mematuhi protokol kesehatan,” kata mahasiswa Program Studi Kesejahteraan Sosial tersebut. 

Meskipun bukan mahasiswa program studi rumpun ilmu kesehatan, niat Rizqi untuk menjadi relawan sangat besar. Ilmu kesejahteraan Sosial yang dipelajarinya selama kuliah menjadi pendorong Rizqi untuk bisa turut memberikan kontribusi dalam membantu sesama. Ia bergabung menjadi relawan di RSUI sejak 1 April 2020 dan ditempatkan di unit Health Care Assistant (HCA). 

“Motivasi utama saya karena didorong rasa kemanusian, dan juga ingin membantu tenaga medis. Apalagi berdasarkan data, jumlah tenaga medis di Indonesia kan masih terbatas. Sementara jumlah kasus positifnya ketika itu terus bertambah,” kata pemuda 21 tahun tersebut.

Keinginan Rizqi menjadi relawan Covid-19 juga mendapat dukungan penuh dari orangtua. Awalnya saat ingin meminta persetujuan orangtua, ia sempat khawatir tidak akan diberi izin. 

“Waktu memberitahu orangtua, mereka ternyata sangat mendukung. Mereka melihat ini (menjadi relawan) suatu hal yang mulia, jadi benar-benar didukung. Ini juga yang menjadi motivasi dan membuat saya semakin bersemangat,” kata Rizqi yang saat ini tinggal di rumah kos di daerah Depok. Sementara orangtuanya tinggal di Subang, Jawa Barat. 

 

Beratnya Pakai APD

Selama tiga bulan menjadi relawan Covid-19, Rizqi bertugas sebagai asisten perawat. Sejumlah pekerjaan yang dijalankan Rizqi di antaranya membantu perawat mengambil resep obat ke unit farmasi, mengantarkan sampel darah pasien ke unit laboratorium, menyiapkan APD bagi para tenaga medis, dan juga membantu beberapa pekerjaan tenaga medis di ruang isolasi. 

“Tugas saya termasuk membersihkan APD yang bisa dipakai berkali-kali seperti sepatu boots, face shield, dan kacamata google. Di ruang isolasi, saya juga bertugas mengumpulkan pakaian pasien yang habis dipakai untuk dibawa ke unit laundry,” papar Rizqi.

Memakai APD lengkap, khususnya saat berada di ruang isolasi juga memberikan pengalaman tersendiri. “Sebagai asisten perawat, saya juga dituntut memakai APD dan masuk ruang isolasi. Ini pengalaman yang berat sekaligus berkesan. Kalau sebelumnya tenaga medis yang memakai APD hanya saya lihat di televisi, kali ini beratnya memakai APD juga saya rasakan. Tidak bisa bernafas secara leluasa, tidak bisa makan dan minum dalam waktu lama, sampai harus menahan buang air,” kenangnya.

Rizqi menjalani tanggung jawabnya sebagai relawan dengan jadwal kerja 4-5 hari setiap minggu. Setiap harinya ia memperoleh satu shift dengan waktu kerja antara 7-8 jam. Dengan statusnya yang masih mahasiswa aktif, kegiatannya sebagai relawan juga tidak sampai menggangu jadwal kuliahnya.  

“Kalau memang paginya ada jadwal kuliah online, kegiatan saya sebagai relawan dilakukan pada shift sore atau malah. Jadi secara umum bisa disesuaikan,” kata Rizqi. 

Dengan menjadi relawan, Rizqi mengakui ada banyak hal yang berubah dalam dirinya, termasuk dalam memaknai hidup. Berdekatan dengan orang-orang yang tengah berjuang melawan Covid-19 juga membuatnya jadi lebih dekat dengan Tuhan. Tak hanya itu, ia kini juga dapat melihat Covid-19 secara lebih utuh.

“Walaupun sudah berjalan beberapa bulan, sampai saat ini masih ada saja yang beranggapan kalau Covid-19 itu konspirasi, tidak berbahaya. Sementara saya melihat langsung bagaimana bahayanya virus ini menyerang manusia, bahkan ada yang sampai meninggal. Ini  membuat saya jadi lebih aware dengan kesehatan. Ketika bertemu teman atau keluarga pun saya jadi lebih sering memberi edukasi pencegahan Covid-19,” pungkas Rizqi. 

 

Sumber: Media Info BPJS Kesehatan Ed. 85